(Taiwan, ROC) --- Bencana dahsyat melanda Guangfu, Hualien, menyusul luapan danau alami Sungai Mataian. Insiden ini memicu respons solidaritas luar biasa dari seluruh penjuru Taiwan. Puluhan ribu relawan, yang kemudian dijuluki Pahlawan Sekop, tanpa pamrih berbondong-bondong menuju lokasi bencana yang dipenuhi lumpur selama berhari-hari, bahu-membahu dalam upaya pemulihan.
Fenomena ini menyebabkan Stasiun Kereta Guangfu dipadati oleh kerumunan massa yang ingin berkontribusi.
Gelombang partisipasi sukarela masyarakat Taiwan dalam penanganan bencana ini tidak luput dari sorotan media internasional. The Guardian, sebuah surat kabar terkemuka dari Inggris, pada Kamis (2/10) merilis laporan mendalam yang secara komprehensif mendokumentasikan bagaimana kontingen relawan masif ini membanjiri kota kecil di Hualien tersebut.
Dalam laporannya, The Guardian menguraikan dampak mengerikan dari hujan lebat dan tanah longsor yang dipicu oleh taifun beberapa hari sebelumnya.
Bencana tersebut menumpahkan jutaan ton lumpur dan pasir ke jalanan, menciptakan kondisi darurat yang sangat parah di wilayah tersebut.

Dalam laporannya, The Guardian menguraikan dampak mengerikan dari hujan lebat dan tanah longsor yang dipicu oleh taifun beberapa hari sebelumnya. Foto: YAHOO
The Guardian secara gamblang melukiskan pemandangan kereta api yang sarat dengan relawan tiba di Guangfu. Para sukarelawan, bersenjatakan sekop dan mengenakan sepatu bot tinggi serta topi nelayan, siap sedia terlibat dalam misi penyelamatan.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang, meliputi pelajar, biksu, pensiunan, penggemar kebugaran, pekerja migran, hingga orang tua yang turut membawa anak-anak mereka.
Sambutan hangat berupa sorakan jia you 加油 (semangat) yang menggema saat mereka turun dari kereta, menjadi simbol nyata kohesi sosial yang kuat di tengah masyarakat Taiwan.
Surat kabar Inggris tersebut bahkan menjuluki para relawan ini sebagai shovel supermen, menyoroti fakta bahwa mayoritas dari mereka datang dari luar wilayah terdampak.
Dengan lebih dari 30.000 relawan yang tiba di Guangfu setiap hari melalui kereta api, jumlah ini empat kali lipat dari populasi lokal, pihak Kereta Api Taiwan (TRA) bahkan terpaksa menambah jadwal perjalanan untuk mengakomodasi lonjakan penumpang yang signifikan.
Laporan tersebut turut menyertakan wawancara dengan beberapa korban bencana, yang mengenang kembali situasi genting saat itu. Terungkap bahwa sehari sebelum bencana, wilayah tersebut telah mengeluarkan beberapa kali peringatan merah dan perintah evakuasi massal. Namun, efektivitas implementasinya masih menjadi pertanyaan.
Mengingat sebagian besar penduduk lokal adalah lansia, yang mungkin tidak dapat menerima pesan teks atau siaran tepat waktu, seharusnya dilakukan pemberitahuan dari rumah ke rumah. Sayangnya, upaya tersebut tidak dapat dilaksanakan secara menyeluruh.
Meskipun sorotan terhadap situasi bencana di Guangfu berangsur-angsur memudar dari pemberitaan media internasional, The Guardian mencatat bahwa di platform media sosial Taiwan, gambar-gambar relawan yang bahu-membahu membersihkan rumah-rumah masih terus tersebar luas.
Bahkan, telah tercipta lagu-lagu khusus untuk mengabadikan semangat ini, dengan harapan dapat menyebarkan secercah harapan dan kekuatan pasca-bencana.