(Taiwan, ROC) --- Festival Pertengahan Musim Gugur, salah satu perayaan paling sakral dalam kalender budaya Tionghoa, kembali dirayakan pada tanggal 15 bulan kedelapan kalender lunar. Tahun ini, momen istimewa tersebut jatuh pada 6 Oktober 2025 dalam penanggalan Masehi, menghadirkan kesempatan bagi jutaan keluarga untuk berkumpul di bawah cahaya bulan purnama.
Jejak Sejarah yang Mengakar Kuat
Catatan historis mengungkapkan bahwa tradisi ini memiliki akar yang sangat dalam. Dalam Tong Dian (通典), ensiklopedia monumental Tiongkok abad ke-9, tertulis bahwa para raja di zaman kuno telah menjalankan ritual pemujaan matahari di musim semi dan bulan di musim gugur. Bahkan dokumen yang lebih tua, Zhou Li (周禮) dari abad ke-3 SM, telah mencatat istilah 中秋 (Zhong Qiu) yang berarti pertengahan musim gugur.
Popularitas festival ini mencapai puncaknya pada masa Dinasti Tang, ketika para bangsawan dan sastrawan mulai mengagumi keindahan bulan purnama. Menurut The Eastern Capital: A Dream of Splendor (東京夢華錄) dari era Dinasti Song, malam Festival Pertengahan Musim Gugur menjadi perayaan yang sangat meriah, bahkan disertai ritual penyembahan bulan yang khusyuk.
Memasuki era Dinasti Ming dan Qing, festival ini telah bertransformasi menjadi momen berharga untuk berkumpul bersama keluarga sambil menikmati pesona bulan purnama.

Dari era Dinasti Song, malam Festival Pertengahan Musim Gugur menjadi perayaan yang sangat meriah, bahkan disertai ritual penyembahan bulan yang khusyuk. Foto: 獨立媒體
Tiga Versi Asal-Usul yang Melegenda
Versi Pertama: Syukuran Panen Pertanian
Festival ini bersamaan dengan masa panen tanaman, di mana karakter 秋 (musim gugur) secara harfiah berarti saat panen tiba. Para ahli folklor meyakini bahwa persembahan kepada bulan berasal dari tradisi petani merayakan hasil panen melimpah. Dalam momen yang sama, mereka juga memuja Dewa Tanah sebagai ungkapan syukur dan penghargaan kepada para dewa.
Versi Kedua: Kisah Romantis Chang'e dan Bulan
Legenda menceritakan Chang'e memohon kepada Dewi Wang Mu Niang Niang (王母娘娘) untuk mendapatkan pil keabadian. Namun, Dewa Sungai Kuning (河伯) yang licik dan serakah bermaksud mencurinya. Demi mencegah pil jatuh ke tangan yang salah, Chang'e menelannya. Akibatnya, tubuhnya menjadi ringan dan terbang ke langit.
Sejak saat itu, setiap tahun pada hari yang sama, Chang'e dapat bersatu kembali dengan Hou Yi dengan selamat. Kisah ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa masyarakat merayakan dan memuja bulan pada Festival Pertengahan Musim Gugur.

Demi mencegah pil jatuh ke tangan yang salah, Chang'e menelannya. Akibatnya, tubuhnya menjadi ringan dan terbang ke langit. Foto: PCHOME
Versi Ketiga: Inovasi Jenderal Pei Ji
Pandangan yang semakin populer dalam riset sejarah modern mengungkapkan bahwa festival ini bermula dari akhir Dinasti Sui. Pada tahun ke-13 era Daye, tepatnya 15 bulan 8, pasukan Tang di bawah komando Jenderal Pei Ji terinspirasi oleh bulan purnama untuk menciptakan kue bulan. Kue ini didistribusikan sebagai ransum tentara untuk mengatasi kelangkaan pangan akibat perekrutan massal pasukan pemberontak.
Sejak era Tang, tradisi memberikan kue bulan kepada para pejabat telah menjadi kebiasaan. Pada masa Dinasti Ming dan Qing, Festival Pertengahan Musim Gugur telah berkembang menjadi salah satu perayaan terbesar di Tiongkok.

Pada tahun ke-13 era Daye, tepatnya 15 bulan 8, pasukan Tang di bawah komando Jenderal Pei Ji terinspirasi oleh bulan purnama untuk menciptakan kue bulan. Foto: GOOGLE
Enam Tradisi yang Masih Lestari
1. Menyantap Kue Bulan
Kue bulan atau Kue Hu (胡餅) awalnya merupakan persembahan untuk Dewi Bulan, yang kemudian berkembang menjadi tradisi kuliner wajib dalam perayaan modern.
2. Menikmati Buah Pomelo
Periode sekitar Festival Pertengahan Musim Gugur bertepatan dengan musim panen pomelo di Taiwan. Tradisi unik yang berkembang adalah anak-anak mengenakan kulit pomelo di kepala mereka sebagai mahkota alami.
3. Persembahan kepada Leluhur
Masyarakat menyiapkan persembahan tiga jenis hewan dan tiga jenis sayuran sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.

Kue bulan atau Kue Hu (胡餅) awalnya merupakan persembahan untuk Dewi Bulan, yang kemudian berkembang menjadi tradisi kuliner wajib dalam perayaan modern. Foto: YAHOO
4. Pemujaan Dewa Tanah
Ritual ini dilakukan sebagai ungkapan terima kasih atas perlindungan yang menghasilkan panen melimpah.
5. Pemujaan Dewi Bulan
Persembahan berupa kue bulan, pomelo, dan kesemek diletakkan di altar sebagai tanda penghormatan tertinggi.
6. Menikmati Bunga dan Anggur Osmanthus
Festival ini juga bertepatan dengan musim bunga osmanthus. Konon, Kaisar Qianlong dari Dinasti Qing pernah memuji anggur osmanthus tua dan memberinya gelar Anggur Osmanthus dari Timur, mempopulerkan tradisi meminumnya saat festival.
Enam Pantangan yang Perlu Diperhatikan
1. Jangan Mengganggu Kelinci
Legenda menyebutkan Chang'e sangat menyayangi kelinci. Pemilik kelinci disarankan berlaku lembut selama periode festival agar kelinci tidak mengadu ke istana bulan.
2. Pria Sebaiknya Tidak Menyembah Bulan
Menurut catatan "Yanjing Suiji" (燕京歲時記), pria yang menyembah bulan dapat mengalami ketidaknyamanan fisik atau gangguan tidur akibat pengaruh gravitasi bulan.
3. Hindari Pantai atau Pinggir Sungai
Pasang surut selama festival dapat menciptakan ombak besar, terutama saat badai, sehingga bermain air sangat tidak disarankan.
4. Wanita Tidak Disarankan Menyembah Dewa Dapur
Berdasarkan "Yanjing Suiji", pria tidak boleh menyembah bulan (energi feminin) dan wanita tidak boleh menyembah Dewa Dapur (energi maskulin) untuk menghindari konflik energi.

Legenda menyebutkan Chang'e sangat menyayangi kelinci. Pemilik kelinci disarankan berlaku lembut selama periode festival agar kelinci tidak mengadu ke istana bulan. Foto: RAKUTEN
5. Mereka yang Lemah Fisik Harus Menjauhi Bulan
Bulan purnama dikaitkan dengan energi yin yang mungkin tidak cocok bagi mereka yang lemah fisik atau baru mengalami keguguran.
6. Jangan Menunjuk Bulan dengan Jari
Wu Gang dan Chang'e dipercaya tinggal di bulan. Menunjuk dengan jari dianggap sebagai tindakan tidak hormat yang harus dihindari.
Festival Pertengahan Musim Gugur bukan sekadar perayaan, melainkan warisan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, menyatukan keluarga dalam kehangatan tradisi yang telah berusia ribuan tahun.