(Taiwan, ROC) —- Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan pembawa acara radio Amerika Buck Sexton, Presiden Taiwan Lai Ching-te (賴清德) mengemukakan pernyataan mengejutkan, Presiden AS Donald Trump akan layak menerima Hadiah Nobel Perdamaian jika ia berhasil meyakinkan Presiden Tiongkok Xi Jin-ping (習近平) untuk secara permanen menghentikan penggunaan kekuatan militer terhadap Taiwan.
Pernyataan ini muncul saat Presiden Lai menyinggung klaim Trump sebelumnya bahwa Xi Jin-ping pernah berjanji tidak akan mengirim pasukan untuk menyerang Taiwan selama masa kepresidenan Trump.
Wawancara yang disiarkan pada Selasa dini hari (7/10) mencakup berbagai topik penting, mulai dari dinamika hubungan lintas selat, stabilitas regional, strategi pertahanan nasional, hingga penguatan kemitraan ekonomi dan perdagangan antara Taiwan dengan Amerika Serikat, serta kebijakan kesejahteraan sosial Taiwan.
Menanggapi pertanyaan Buck Sexton tentang meningkatnya ketegangan lintas selat dan apresiasi AS terhadap tanggung jawab warga Taiwan, Presiden Lai mengawali dengan ucapan terima kasih atas pengakuan terhadap masyarakat sipil Taiwan.
Beliau menyoroti semangat gotong royong yang luar biasa, seperti saat bencana di Hualien baru-baru ini, di mana lebih dari seratus ribu Pahlawan Sekop sukarela membantu penyelamatan.
Lebih lanjut, Kepala Negara menegaskan pentingnya bagi komunitas internasional untuk memahami bahwa Republik Tiongkok (Taiwan) dan Republik Rakyat Tiongkok tidak saling tunduk, dan Taiwan bukanlah bagian dari Tiongkok.
Ia menekankan bahwa Tiongkok tidak memiliki hak untuk menginvasi Taiwan, dan justru Beijing-lah yang secara aktif melakukan latihan militer di Selat Taiwan, sehingga memecah status quo, bukan Taiwan.
Presiden Lai menegaskan bahwa upaya rakyat Taiwan untuk melindungi kedaulatan, mengejar kehidupan yang demokratis, bebas, dan menjunjung hak asasi manusia tidak boleh diinterpretasikan sebagai provokasi terhadap Tiongkok. Meskipun menghadapi ancaman yang kian meningkat dari Beijing, Taiwan tetap berkomitmen pada tujuan perdamaian dan kemakmuran bersama di Selat Taiwan.
Presiden Lai juga menguraikan Rencana Aksi Empat Pilar Perdamaian yang ia adopsi sejak menjabat. Pilar-pilar tersebut mencakup penguatan kemampuan pertahanan, peningkatan ketahanan ekonomi, kerja sama erat dengan AS dan negara-negara demokratis untuk membangun kekuatan pencegahan kolektif, serta kesediaan Taiwan untuk berdialog dan bekerja sama dengan Tiongkok berdasarkan prinsip kesetaraan dan martabat demi mencapai perdamaian dan kemakmuran bersama.
Mengulang kembali pernyataannya, Presiden Lai menyoroti klaim Presiden Trump yang menyebutkan bahwa Presiden Xi Jin-ping pernah meneleponnya dan berjanji Tiongkok tidak akan menyerang Taiwan selama masa kepresidenan Trump.
Presiden Lai menyatakan harapannya agar Taiwan terus menerima dukungan dari Trump, seraya menegaskan bahwa jika Trump benar-benar mampu meyakinkan Xi Jin-ping untuk selamanya mengesampingkan opsi militer terhadap Taiwan, maka ia pantas dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian.
Ketika ditanya Buck Sexton mengenai pesan yang ingin ia sampaikan kepada Donald Trump jika ada kesempatan berdialog langsung, Presiden Lai menyatakan akan mendesak Trump untuk memperhatikan ekspansi militer Tiongkok yang tidak hanya terbatas pada Selat Taiwan, melainkan juga meluas ke Laut Tiongkok Timur dan Laut Tiongkok Selatan, bahkan mencakup seluruh wilayah Indo-Pasifik melalui latihan-latihan militer yang semakin intensif.
Presiden Lai menekankan bahwa situasi di Indo-Pasifik yang terus bergejolak bukan hanya tentang potensi aneksasi Taiwan. Ia memperingatkan bahwa jika Taiwan jatuh ke tangan Tiongkok, maka Beijing akan memperoleh kekuatan yang jauh lebih besar untuk bersaing dengan Amerika Serikat di panggung global, berpotensi mengubah tatanan internasional, dan pada akhirnya akan berdampak signifikan pada kepentingan domestik AS. Oleh karena itu, Presiden Lai berharap Trump dapat terus berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.