Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional hari ini (8/10) mengelar “2025 Taipei Security Dialogue” yang secara khusus mengundang mantan Perdana Menteri Australia Scott Morrison untuk memberikan ceramah, ia secara khusus mengemukakan, jika Tiongkok melancarkan blokade terhadap Taiwan, itu sama saja dengan deklarasi perang. Konsekuensinya tidak hanya berdampak buruk pada kedua pihak Selat Taiwan, tetapi juga memicu guncangan ekonomi dan keamanan global. Ia menegaskan, mempertahankan status quo di Selat Taiwan bukan hanya kunci stabilitas di kawasan Indo-Pasifik, tetapi juga terkait kebebasan dan kesejahteraan global.
Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional dan Dewan Urusan Tiongkok mengelar "2025 Taipei Security Dialogue" tanggal 8 Oktober bertema “Pencegahan Terintegrasi: Menjaga Perdamaian Indo-Pasifik dengan Kekuatan.” Mengundang politisi dan cendekiawan dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Australia dan negara-negara lain untuk membahas tantangan keamanan regional, termasuk mantan Perdana Menteri Australia Scott Morrison.
Scott Morrison menjabat sebagai perdana menteri Australia pada tahun 2018 – 2022, berhasil membawa Australia mengatasi pandemi Covid-19, ia juga merupakan salah satu perancang utama platform strategis “Trilateral Security Partnership Among Australia, the United Kingdom, and the United States (AUKUS). Pada masa menjabat, ia aktif mempromosikan kerja sama strategis Indo Pasifik dan dialog keamanan multilateral.
Morrison menekankan, keamanan dan kebebasan Taiwan merupakan kunci perdamaian di kawasan Indo-Pasifik. “Mempertahankan status quo di Selat Taiwan bukan demi kenyamanan negara mana pun, tapi berkaitan dengan kedaulatan, keamanan, dan kemakmuran semua negara demokratis.” Ia beranggapan apabila Taiwan terpaksa jatuh di bawah kendali Partai Komunis Tiongkok, maka kawasan Indo-Pasifik akan kehilangan keseimbangan strategisnya, dan perekonomian global serta jalur transportasi laut juga akan bergejolak. Ia juga secara blak-blakan mengatakan bahwa jika perang antar selat pecah, dampaknya tidak akan dibalikan, dan akan sangat merugikan negara-negara di dunia.
Morrison mengutip laporan latihan tahun ini yang berjudul "Lights Out" yang dirilis Pusat Studi Strategis dan Internasional AS (CSIS) untuk memperingatkan dunia luar agar tidak salah memahami "blokade" sebagai strategi yang lembut dan ringan. Dia menekankan “blokade itu sendiri merupakan tindakan perang, yang akan menyebabkan kerugian banyak nyawa manusia dan ekonomi, serta kemungkinan besar meningkat menjadi konflik.” Memahami kerugian ini dan mempertimbangkan strategi Partai Komunis Tiongkok adalah tujuan inti dari strategi pencegahan.
Dia mengimbau Taiwan dan negara-negara demokratis dan bebas seperti Amerika Serikat, Australia, dan Jepang untuk mengambil kesempatan ini untuk memperkuat integrasi dan pencegahan, tidak hanya meningkatkan pertahanan militer, tetapi juga untuk menunjukkan ketahanan di bidang keamanan energi, komunikasi ruang angkasa, dan perang informasi.