Skip to the main content block
::: Home| Panduan Website| Podcasts|
|
Language

Formosa Dream Chasers - Programs - RTI Radio Taiwan International-logo

Acara
| Ikhtisar
Kategori
Penyiar Pedoman Acara
Berita Terpopuler
繁體中文 简体中文 English Français Deutsch Indonesian 日本語 한국어 Русский Español ภาษาไทย Tiếng Việt Tagalog Bahasa Melayu Українська Panduan website

Jaminan Keamanan Ukraina di Persimpangan Kritis: Antara Diplomasi Rapuh dan Ancaman Eksistensial

29/09/2025 Perspektif
Jaminan Keamanan Ukraina di Persimpangan Kritis: Antara Diplomasi Rapuh dan Ancaman Eksistensial (X@WhiteHouse)
Jaminan Keamanan Ukraina di Persimpangan Kritis: Antara Diplomasi Rapuh dan Ancaman Eksistensial (X@WhiteHouse)

(Taiwan, ROC) --- Di tengah pusaran diplomasi yang kembali dihidupkan oleh dorongan Presiden AS Donald Trump, masa depan keamanan Ukraina dan arsitektur stabilitas Eropa secara keseluruhan berada di titik yang sangat genting.

Janji Amerika Serikat untuk memberikan jaminan keamanan yang substantif kepada Kyiv telah memicu serangkaian perundingan tingkat tinggi, tetapi substansi dari jaminan tersebut masih menjadi sebuah enigma yang diselimuti ketidakpastian.

Para analis strategis dan lembaga think tank Eropa memperingatkan dengan tegas, tanpa payung perlindungan kolektif yang sekuat keanggotaan NATO, setiap model keamanan alternatif berisiko menjadi solusi sementara yang hanya akan mengundang Rusia untuk terus menguji batas-batas kesabaran dan tekad Barat, memastikan bahwa konflik akan terus membara di masa depan.

Jantung dari negosiasi yang alot ini adalah tuntutan maksimalis dari Kremlin, yakni penyerahan kedaulatan atas seluruh wilayah timur Ukraina, khususnya Donbas, sebagai prasyarat mutlak untuk perdamaian.

Bagi Ukraina, tuntutan ini bukan sekadar negosiasi territorial. Ini adalah tuntutan untuk kapitulasi strategis yang akan melumpuhkan negara secara permanen.

Jakub Janda, Direktur Eksekutif Pusat Kebijakan Keamanan Nilai-nilai Eropa (EVC) di Ceko, menggarisbawahi bahwa Donbas adalah benteng pertahanan alami dan pusat industri vital Ukraina. Menyerahkannya berarti menyerahkan kemampuan negara untuk mempertahankan diri dari agresi di masa depan.

Jakub Janda menarik paralel historis yang kelam dengan nasib negaranya sendiri pada tahun 1938, ketika Cekoslowakia ditekan untuk menyerahkan wilayah Sudetenland kepada Nazi Jerman dengan janji perdamaian pada zaman kita. Sejarah mencatat, konsesi tersebut justru menjadi pembuka jalan bagi invasi dan pendudukan total.

Senada dengan itu, Tobiáš Lipold, seorang peneliti di lembaga think tank Sinopsis, menekankan bahwa penguasaan Donbas akan memberikan keuntungan strategis yang luar biasa bagi Rusia. Moskwa tidak hanya akan mengendalikan mesin ekonomi Ukraina, tetapi juga akan secara efektif mematahkan tulang punggung pertahanan negara tersebut.

Kehilangan Donbas akan membuat sisa wilayah Ukraina menjadi sangat rentan dan sulit dipertahankan, sebuah skenario yang disadari sepenuhnya oleh para perencana militer di Kyiv. Oleh karena itu, Presiden Volodymyr Zelenskyy secara konsisten menegaskan bahwa integritas teritorial Ukraina adalah harga mati yang tidak dapat ditawar.

Meskipun demikian, realitas brutal di medan perang, di mana Rusia terus melancarkan serangan udara masif sambil bernegosiasi, menempatkan Ukraina di bawah tekanan yang luar biasa. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa Kyiv mungkin bersedia mempertimbangkan kompromi yang menyakitkan, seperti pembekuan konflik di sepanjang garis depan saat ini. Ini bukanlah pengakuan atas aneksasi Rusia, melainkan sebuah jeda strategis untuk menghentikan pertumpahan darah dan membangun kembali kekuatan, sambil tetap mempertahankan klaim kedaulatan.

Namun, ini adalah sebuah kalkulasi tragis yang penuh risiko, karena memberikan waktu bagi Rusia untuk mengkonsolidasikan cengkeramannya atas wilayah yang diduduki.

Para analis juga memperingatkan agar tidak melihat konflik ini hanya melalui lensa perebutan wilayah Donbas. Tujuan akhir Rusia, menurut Lipold, jauh lebih ambisius.

Moskwa berupaya merestrukturisasi tatanan keamanan Eropa secara fundamental, mengembalikan pengaruhnya di Eropa Timur dan Tengah ke level yang mengingatkan pada era pasca Perjanjian Yalta 1945. Ambisi ini sejalan dengan visi bersama Rusia dan Tiongkok untuk menggeser sistem global dari hegemoni Amerika menuju tatanan dunia multipolar, di mana kekuatan-kekuatan besar regional memiliki lingkup pengaruhnya masing-masing.

Dengan demikian, perang di Ukraina adalah garda depan dari sebuah pertarungan geopolitik yang lebih besar mengenai aturan dan norma yang akan mengatur dunia di abad ke 21.

Dalam konteks inilah, pencarian model jaminan keamanan yang kredibel menjadi sangat mendesak. Dengan prospek keanggotaan penuh Ukraina di NATO yang tampak suram dalam jangka pendek, para diplomat dan ahli strategi Barat kini menjajaki alternatif mirip NATO.

Salah satu proposal yang paling banyak dibicarakan adalah pembentukan Koalisi Sukarela yang terdiri dari negara-negara Eropa. Model ini, sebagaimana diuraikan oleh Jakub Janda, akan melibatkan pengerahan pasukan darat Eropa secara permanen di wilayah Ukraina, yang didukung oleh payung kekuatan udara Amerika Serikat. Secara teori, kehadiran militer fisik dari kekuatan-kekuatan besar ini akan berfungsi sebagai kawat jebakan (tripwire) yang secara signifikan meningkatkan biaya agresi bagi Rusia.

Namun, model ini memiliki kelemahan fundamental yang tidak dapat diabaikan. Ketiadaan mekanisme perlindungan kolektif yang mengikat dan otomatis seperti yang terkandung dalam Pasal 5 Perjanjian NATO. Kekuatan Pasal 5 terletak pada kepastiannya, serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua, yang memicu respons militer kolektif secara otomatis. Sebaliknya, jaminan dari Koalisi Sukarela akan selalu mengandung unsur ambiguitas strategis. Akankah semua anggota koalisi benar-benar berperang untuk membela Ukraina? Seberapa kuat komitmen politik mereka dalam menghadapi krisis yang berkepanjangan?

Celah kredibilitas inilah yang dikhawatirkan akan dieksploitasi oleh Rusia. Tanpa jaminan keamanan yang absolut dan tidak ambigu, Moskwa akan terus memiliki insentif untuk menguji batas, melancarkan serangan hibrida, dan secara bertahap menggerogoti kedaulatan Ukraina.

Setiap jaminan yang lebih lemah dari Pasal 5 akan menempatkan Ukraina dalam posisi zona abu-abu keamanan yang berbahaya, di mana ia tidak sepenuhnya sendirian, tetapi juga tidak sepenuhnya terlindungi.

Pada akhirnya, Ukraina dan para sekutunya dihadapkan pada sebuah dilema yang pelik. Jalan menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan menuntut sebuah jaminan keamanan yang kuat, tetapi opsi yang paling kuat, yakni keanggotaan NATO, masih terhalang oleh realitas politik.

Sementara itu, setiap solusi alternatif membawa risiko inheren yang dapat mengarah pada konflik di masa depan. Keputusan yang diambil dalam beberapa bulan mendatang tidak hanya akan menentukan nasib kedaulatan Ukraina, tetapi juga akan menjadi preseden berbahaya yang membentuk masa depan keamanan di seluruh benua Eropa, menguji apakah tatanan berbasis aturan dapat bertahan dari tantangan kekuatan revisionis yang paling agresif.

為提供您更好的網站服務,本網站使用cookies。

若您繼續瀏覽網頁即表示您同意我們的cookies政策,進一步了解隱私權政策。 

我了解